Senin, 10 Januari 2011

Air Polution of Jakarta

Pendahuluan

Saya membahas mengenai pencemaran udara karena saya merasa sangat tertarik dengan hal tersebut. Menurut hemat saya, pencemaran udara adalah salah satu dari beberapa pencemaran lainnya yang paling mematikan. Hal ini sering dibahas oleh beberapa ahli dalam praksis tertentu misalnya mengenai Global Warming dan penipisan lapisan ozon.
Lokasi tempat tinggal saya terletak di Jln. Asrama UKDW, Seturan CTXX, RT 07, RW 02, Depok Sleman, Yogyakarta. Sedangkan lokasi penelitiannya berada di kota kelahiran saya di Jakarta. Saya melakukan penelitian dengan cara pengumpulan data dan wawancara dari beberapa narasumber di Jakarta dengan melampirkan foto-foto yang mereka dapatkan dan dikirim melalui e-mail untuk dicantumkan di dalam antologi penelitian saya ini. Namun sebelum masuk ke dalam laporan penelitian yang saya lakukan, saya akan menampilkan beberapa dasar teori sebagai dasar pengetahuan untuk membekali pemikiran kita tentang permasalahan dan solusi yang saya tawarkan.

Dasar Teori dan Pembahasan

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam. Lingkungan, di Indonesia sering juga disebut lingkungan hidup. Misalnya dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, definisi Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[1]
Hal ini cukup menjelaskan kepada kita bahwa lingkungan merupakan rumah utama setiap makhluk yang ada di Bumi. Oleh karena itu sangatlah penting menjaga keseimbangan lingkungan – walaupun menurut hemat saya, kita tidak dapat memperbaiki lingkungan namun yang kita bisa adalah mempertahankannya dari kerusakan yang lebih parah untuk diwariskan kepada generasi manusia dan makhluk hidup selanjutnya. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting yang sering terlupakan oleh manusia. Kita selalu menggunakan segala daya alam yang ada tanpa memikirkan dampaknya kepada lingkungan kita nantinya. Keegoisan manusia selalu jadi pokok pembicaraan utama yang sering dipersalahkan. Aksi-aksi sosial guna pemeliharaan yang benar terhadap lingkungan selalu diusahakan demi meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan hidup kita. Sepertinya permasalahan ini sudah seperti gunung berapi yang siap meledak kapan saja tanpa adanya kepedulian masyarakat terhadap sinyal-sinyal bahaya yang diberikannya.
Pencemaran udara sendiri berarti kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan atau merusak properti.[2] Ada beberapa sumber pencemaran yang menjadi faktor timbulnya pencemaran udara yaitu:
1.      Kegiatan manusia, misalnya transportasi, industri, pembangkit listrik, pembakaran, gas buang pabrik (misalnya dari Air Conditioner yang membuang gas CFC).
2.      Sumber alami, misalnya Gunung berapi, rawa, kebakaran hutan,dll.
3.      Sumber-sumber lain, misalnya timbulan gas metana dari pembuangan sampah, ammonia, kebocoran tangki, dll.
Ada berbagai jenis pencemar misalnya karbon monoksida, oksida nitrogen, oksida sulfur, CFC, hidrokarbon, ozon, partikulat, dll.

Hasil Penelitian

Polusi udara di Jakarta adalah yang terparah di seluruh Indonesia, sampai-sampai sebagian warga Jakarta memberikan julukan "kota polusi” kepadanya. Pertama, dalam skala global, Jakarta adalah kota dengan tingkat polusi terburuk nomor 3 di dunia (setelah kota di Meksiko dan Thailand). Kedua, masih dalam skala global, kadar partikel debu (particulate matter) yang terkandung dalam udara Jakarta adalah yang tertinggi nomor 9 (yaitu 104 mikrogram per meter kubik) dari 111 kota dunia yang disurvei oleh Bank Dunia pada tahun 2004. Sebagai perbandingan, Uni Eropa menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara.[3]
Melalui pengamatan secara langsung, saya melihat bahwa di Kota Depok[4] saja polusi yang dihasilkan hampir sama dengan Kota Jakarta. Walaupun tidak separah kota Jakarta, namun polusinya menyebabkan warga daerah Depok tidak sehat. Saya masih ingat ketika saya masih duduk di bangku SMP, saat itu hampir 1 perumahan saya penghuninya mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) karena pengurukan danau yang menggunakan alat berat di sebelah perumahan kami yang aktif selama 2 bulan. Polusi dari alat-alat berat ini menyebabkan kami mengalami ISPA. Memang tidak bisa kita berkata bahwa Kota Jakarta adalah kota yang tidak sehat, karena di bagian selatan Kota Jakartapun tempat saya tinggal (di daerah Pasar Minggu) masih asri. Menurut pengamatan saya selama saya berada di Jakarta, daerah Jakarta yang paling banyak menghasilkan polusi adalah Jakarta Pusat, Utara dan Timur – walaupun Jakarta Selatan sebagian kecil daerahnya berpolusi tinggi, namun tidak separah daerah-daerah sekitarnya.
Apabila kita sama-sama melihat keaktifan pusat Kota Jakarta, kita akan menemukan gedung-gedung pencakar langit yang menggunakan Air Conditioner. Setiap Air Conditioner di gedung-gedung ini menghasilkan gas buangan CFC. Bagaimana menurut anda lapisan ozon Bumi kita? Bahkan sekarang, hampir setiap sekolah menggunakan Air Conditioner ini di setiap ruangan sekolahnya.[5]
Belum lagi ditambah dengan aktifitas kendaraan yang begitu padat. Penyebab paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor yang menyumbang andil sebesar ±70 persen. Hal ini berkorelasi langsung dengan perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor, jumlah penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data Komisi Kepolisian Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI Jakarta (tidak termasuk kendaraan milik TNI dan Polri) pada bulan Juni 2009 adalah 9.993.867 kendaraan, sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 adalah 8.513.385 jiwa. Perbandingan data tersebut menunjukkan bahwa kendaraan bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada penduduknya. Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga sangat tinggi, yaitu mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka tersebut menjadi sangat signifikan karena ketersediaan prasarana jalan di DKI Jakarta ternyata belum memenuhi ketentuan ideal. Panjang jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi atau hanya 6,26 persen dari luas wilayahnya. Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah adalah 14 persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat dengan mudah dipahami apabila kemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin meningkat.
Menurut saya, memang aksi sosial sangat dibutuhkan demi meningkatkan kepedulian masyarakat Kota Jakarta dan sekitarnya demi menjaga lingkungan Jakarta dari polusi, namun sebaiknya kita mulai dari kesadaran kita sendiri. Peran lembaga pemerintahan dari yang terendah hingga yang tertinggi sebaiknya ambil bagian dalam pelestarian kota ini. Sampai sekarang saya masih ragu akan kerja pemerintahan daerah dan pusat Kota Jakarta apabila ditanya mengenai bagaimana peran mereka dalam membantu pelestarian lingkungan Jakarta ini.
Sebenarnya pemerintah sangat peduli[6], masalahnya adalah sulitnya mengayomi ratusan ribu masyarakat ini. Belum lagi permasalahan ekonomi di daerah ini yang menjadikan sebagian warganya tinggal di daerah yang tidak layak misalnya dekat dengan TPS (Tempat Pembuangan Sampah) dan kolong jembatan. Sehingga aktifitas masyarakat menjadi tidak terkendali dan menyebabkan rusaknya lingkungan sekitar mereka. Semua sungai di Jakarta sudah menjadi sungai yang mati. Belum lagi daratan daerah Jakarta yang sudah penuh sesak. Bahkan penggusuran dan pembangunan dimana-mana. Hal inilah yang menjadikan Kota Jakarta begitu parah.
Mungkin hal ini terkait juga dengan kepadatan penduduk Jakarta yang tidak terkendali. Apakah kesalahan ini terjadi karena Jakarta adalah pusat aktifitas negara kita? Apabila demikian, sebaiknya setiap warga negara Indonesia menanggung tanggung jawab yang sama dalam mengatasi permasalahan ini.





[1] Wikipedia. Lingkungan. Internet. Jam 13.15 WIB.
[2] SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988
[3] Data ini saya dapati ketika saya mengikuti seminar tentang Global Warming di SMA PSKD 7 Depok saat saya masih duduk di bangku SMA.
[4] Kota yang berada di sebelah selatan Kota Jakarta, tempat saya mengontrak bersama keluarga saya.
[5] Walaupun masih ada sekolah-sekolah bagi ekonomi menengah kebawah yang tidak menggunakannya namun melalui pengamatan saya, masih banyak sekali sekolah yang menggunakan AC ini.
[6] Misalnya ada acara penghijauan dari pemerintah daerah Jakarta bahkan 1 hari tanpa kendaraan di Jalan Jendral Sudirman Jakarta setiap hari Sabtu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar