Pendahuluan
Perubahan sistem tata masyarakat berdampak luas dalam bidang kehidupan rakyatnya. Demikian juga yang ada di sejarah kerajaan Israel.
Perubahan sistem menjadi kerajaan terjadi beberapa waktu setelah mereka menetap di Kanaan. Alasan yang nampak ialah bangsa-bangsa sekitar yang mengancam keamanan bangsa Israel, yaitu adanya suku-suku pengembara sekitar yang belum di taklukan. Salah satu musuh yang berbahaya bagi Israel pada waktu itu ialah bangsa Filistin, yang memiliki persenjataan yang mutakhir pada zaman itu[1]. Sehingga penting untuk memiliki pemimpin dan membentuk angkatan perang yang terlatih menghadapi serangan musuh. Dalam pergantian ini, ”ada orang yang sangat menginginkan seorang raja sama seperti bangsa-bangsa tetangga, tetapi ada juga orang tidak menghendaki seorang raja, karena ini dianggap tidak sesuai dengan agama nenek moyang, yaitu satu-satunya raja Israel ialah Tuhan[2].” Tulisan ini melihat beberapa catatan mengenai sejarah Israel dan merefleksikanya dalam kehidupan masa kini.
Pembahasan
a. Silsilah raja-raja Israel
Adapun silsilah raja-raja yang memerintah Israel sebagai berikut, Saul adalah raja pertama Israel, yang didapat dengan mengundi kaum keluarga Matri di Mizpah dari suku benyamin (I Sam 10:21). Kemampuan Saul dalam memimpin terbukti ketika ia membebaskan penduduk kota Yabes-Gilead dari pengepungan bangsa Amon[3]. Kepemimpinan Saul berakhir dengan tragis, ia dikalahkan oleh bangsa Filistin, ketiga anaknya terbunuh dan ia sendiri akhirnya bunuh diri. Kemudian digantikan oleh Daud, seorang dari suku Yehuda. Ketika Saul meninggal ia diurapi menjadi raja di Hebron, tempat ini dijadikan ibu kota kerajaan selama tujuh setengah tahun[4]. Kemudian Daud memindahkan ibu kota kerajaan di Yerusalem. Sebelum itu Yerusalem masih dalam kekuasaan orang Yebus, yang kemudian direbut oleh Daud dengan pasukan pribadinya, sehingga dinamai sebagai kota Daud. Tabut Tuhan dipindahkan dari Silo ke Yerusalem dan ditempatkan di kemah suci. Daud menjadikan Yerusalem sebagai pusat politik dan agama. Untuk ibadah umum ia menunjuk Zadok dan Ahimelekh, dari keturunan Harun. Kerajaan Daud menjadi kuat dan memiliki daerah yang luas. Raja ketiga Salomo merupakan keturunan Daud. Ia membangun Bait Allah di Yerusalem, ini memperkuat Yerusalem sebagai pusat keagamaan. Inilah masa kejayaan kerajaan Israel. Sepeninggal Salomo tahun 931 SM, kerajaan Israel Raya terpecah menjadi kerajaan Yehuda dengan ibukota Yerusalem dan Israel utara dengan ibukota Samaria[5].
Yehuda | Israel Utara |
Rehobeam 922-915 Abiam 915-913 Asa 913-873 Yosafat 873-849 Yoram 849-843 Ahazia 843-842 Atalya 842-837 Yoas 837-800 Amazia 800-783 Azarya 783-742 Yotam 742-735 Ahaz 735-727 atau 715 Hizkia 727 atau 715-687 Manasye 687-642 Amon 642-640 Yosia 640-609 Yoahas 609 Yoyakim 609-598 Yoyakin 598-597 Kerajaan Babilonia menguasai Yerusalem 597 Zedekia 597-587 | Yerobeam 922-901 Nadab 901-900 Baesa 900-877 Ela 877-876 Zimri (memerintah 7 hari) Masa keluarga Omri Omri 876-869 Ahab 869-850 Ahazia 850-849 Yoram 849-843 Dinasti Yehu Yehu 843-815 Yoahas 815-802 Yoas 802-786 Yerobeam II 786-764 Intervensi KerajaanAssyria Zakharia 746-745 Salum 745 Menahem 745-737 Pekahya 737-736 Pekah 736-732 Hosea 732-723 Keruntuhan Samaria 722 |
Keterangan raja-raja yang berperan penting, sebagai berikut:
Ada empat raja dari kerajaan utara yang pantas disebut. Omri berhasil menegakkan keamanan dan mendirikan Samaria sebagai ibu-kota. Ahab, suami Yesebel sekaligus musuh Elia, berhasil mengalahkan Benhadad dan kemudian mengadakan persekutuan dengan dia melawan Asyur. Yehu ditunjuk oleh Elisa mungkin karena dianggap setia kepada Yahwe dengan menghapuskan penyembahan Baal dengan cara yang sangat mengerikan (II Raj 10:18-31). Yerobeam II merebut kembali daerah yang direbut Siria dan berhasil membangun kerajaan yang makmur beberapa puluh tahun sebelum kehancurannya[7].
Raja-raja di Israel selatan yang berperan penting ialah, Amazia menyerang Edom dan berhasil merebut kota di dekat Laut Mati. Azarya, anaknya, membangun kembali Yerusalem, memperkokoh kekuasaan dan pengaruh atas Edom, dan membuka pelabuhan laut di Ezion-geber di Teluk Aqaba, serta memperoleh kendali pengawasan suku-suku pengembara[8]. Hizkia mengupayakan mematahkan dominasi Asyur di barat dan membersihkan agama Yehuda dengan menghapuskan mezbah dan kuil-kuil Kanaan dan Asyur. Yosia juga melakukan hal yang serupa dengan Hizkia, pada masa ini di temukan kembali kitab Taurat (khususnya Ulangan 12-26). Secara besar-besaran ia membersihkan rumah Allah dari bejana-bejana penyembahan berhala, memecat para nabi penyembah berhala di seluruh negeri itu, dan menghapuskan pelacuran bakti[9].
- Sistem kerajaan Israel dan kerajaan sekitarnya
Ada suatu gambaran mengenai susunan pemerintahan Israel, yaitu nabi sebagai penasihat, panglima perang, pengawas kerja paksa dan imam-imam. Selain itu sepertinya ada pengaruh kedudukan permaisuri, yang sering seorang raja disebut dengan nama ibunya di belakangnya. Seperti halnya dengan kerajaan lain kepemimpinan terpusat kepada seorang raja. Raja di Israel tidak hanya berperan sebagai pemimpin politik, tetapi ia melaksanakan kehendak Allah, dan memimpin rakyatnya kedalam ketaatan kepada Allah. Pemerintahan dan keagamaan dipusatkan pada satu tempat, yaitu di ibukota. Dalam penentuan seorang raja di Yehuda berdasarkan keturunan, jika ia anak raja maka dianggap berhak untuk menjadi raja. Di Israel utara, rakyat percaya bahwa seseorang baru akan dipilih menjadi raja ketika dipandang telah dewasa dan matang untuk tugas itu[10].
Kerajaan Asyur tidak memusatkan pemerintahan dan keagamaannya pada satu tempat. Mereka mengorganisasikan negeri-negeri taklukan kedalam wilayah kekuasannya dan kadang-kadang membentuk propinsi-propinsi baru dengan ibukota-ibukota yang baru. Jika penduduk dari negeri-negeri itu memberontak mereka akan mengasingkannya di salah satu negeri dalam kemaharajaannya. Hanya ada beberapa kerajaan yang boleh mempertahankan sistem politik mereka, tetapi atas dasar penetapan dan persetujuan Asyur[11]. Dalam keagamaan, mereka mengakui setiap kota memiliki dewa masing-masing tetapi kedudukan mereka di bawah dewa utama yang ada di kota Asyur. Tahta diturunkan kepada anak-anaknya berdasarkan keturunan langsung. Pusat kepemimpinan ada di tangan raja.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas nampak bahwa sejarah kerajaan Israel mengalami pasang surut. Ada masa ke emasan dan juga ada masa keterpurukan. Nampak juga pergantian kepemimpinan tidak selalu dengan cara penurunan tahta kepada keturunan langsung, ada yang mencapai kekuasaanya dengan jalan kudeta. Gagasan Israel mengenai seorang raja merupakan wakil Tuhan, dalam artian melaksanakan kehendak Allah dan menuntun umat untuk mengikuti jalan Tuhan bukan untuk di sembah atau dikagumi melebihi Tuhan. Di tengah pasang surut ini, Tuhan mengirimkan nabi-nabi untuk tetap memberitakan Firman yang menegur dan menghibur umat Tuhan. Menurut kami kerajaan Israel menganut sistem teokrasi representasi.
Penutup
Apa yang dapat dipelajari sebuah sejarah? Sebuah sejarah hanya memberikan sesuatu untuk dimengerti bukannya memberi pengertian. Ini pernyataan yang salah, dari sebuah sejarah kita bisa belajar tentang persoalan yang mungkin juga terjadi pada masa kini. Sejarah bisa menjadikan sebuah perenungan untuk tidak melakukan yang salah di masa kini. Penggalian sejarah akan memberi pengayaan kearifan baru masa kini. Seperti halnya sistem pemerintahan saat ini di Indonesia, yang terlihat pemimpin bukan untuk pengabdian melainkan kekuasaan semata.
Sumber Pustaka
Hinson, David F., Sejarah Israel pada Zaman Alkitab. BPK, Jakarta, 1991.
Suharyo, I., Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama. Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Collins, John C., Introduction to the Hebrew Bible. Fortress Press, Minneapolis, 2004.
Groenen, C., Pengantar ke Dalam Perjanjian Lama. Kanisius. Yogyakarta. 1991.
Lasor, W.S., Pengantar Perjanjian Lama 1. D.A Hubbard & F.W Bush BPK, Jakarta,2009.
[1] Lihat David F Hinson. Sejarah Israel pada Zaman Alkitab. BPK (Jakarta :1991), hlm 110.
[2] Dr. C. Groenen. Pengantar kedalam Perjanjian Lama. Kanisius (Yogyakarta :1991), hlm133.
[3] David F. Hinson. Sejarah Israel pada Zaman Alkitab. BPK (Jakarta :1991), hlm 114
[6] John C. Collins. Introduction to the Hebrew Bible. Fortress Press (Minneapolis :2004), hlm 258.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar