Senin, 10 Januari 2011

Konsep Negara

Negara adalah lembaga yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam masyarakat. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan sumber kekuasaan negara diperoleh:
1.     Kekuasaan dari Tuhan yang Mahakuasa
Hal ini adalah awal dari pemikiran kekuasaan negara itu berasal. Pada zaman Yunani kuno pemikiran Plato dan Aristoteles – yang  berkata bahwa negara memerlukan kekuasaan yang mutlak dan kekuasaan ini diperlukan untuk mendidik warga negaranya dengan nilai-nilai moral yang rasional – memunculkan  pemikiran yang sama dalam bentuk berbeda bahwa negara harus tunduk kepada Gereja (Khatolik) karena negara merupakan wakil Gereja di dunia dan Gereja adalah wakil Tuhan untuk menegakkan kehidupan bermoral di dunia. Hubungan negara dengan kekuasaan adikodrati ini dianggap akan menjamin kualitas moral negara tersebut sehingga raja/pemimpin yang dipercaya gereja diurapi dan memiliki kekuasaan yang sangat absolut. Namun ternyata keraguan orang terhadap kekuasaan yang berlebihan ini pada tahun 1517 dan Martin Luther mengkritik kekuasaan gereja yang dianggap telah menyelenggarakan kekuasaanya untuk memperoleh kekayaan dan kekuasaan duniawi yang menyebabkan munculnya kekuasaan yang tidak terkontrol. Pada saat inilah muncul juga kaum yang mendasarkan dirinya pada kritik-kritik yang memakai kaidah agama kristen pada abad ke-16 yaitu Monarchomacha. Di sini terjadi pemisahan kaidah agama dari kekuasaan Gereja yang mengatur negara. Mereka merasa bahwa orang di luar Gereja juga punya kemampuan untuk melakukan interpretasi tentang apa yang disebut sebagai kaidah agama, karena selama ini Gereja mengatas namakan kaidah-kaidah agama sebagai acuan kekuasaannya terhadap pemerintahan atau penguasa yang absolut. Maka dengan demikian berhentilah semua monopoli yang dilakukan Gereja kepada negara. Tidak hanya sampai di sini namun kaum Monarchomacha dalam bukunya yang berjudul Vindiciae Contra Tyrannos menyatakan bahwa meskipun seorang raja dipilih oleh Tuhan (tentunya melalui Gereja) namun tetap ia diangkat berdasarkan persetujuan rakyat. Maka dari sinilah sumber kekuasaan berpindah tangan kepada kedaulatan rakyat. Dalam hal ini saya menyetujui keputusan dan hasil akhir dari perpindahan sumber kekuasaan dari Gereja yang memonopoli negara menjadi kedaulatan rakyat. Karena saya juga mempunyai pendapat yang sama dengan kaum Monarchomacha yang mengatakan bahwa seorang raja dipilih oleh Tuhan – dalam  hal ini bukan dipilih oleh Gereja tetapi oleh rakyat demokrasi sebagai perantara Tuhan dalam memilih penguasa tersebut – dan ditetapkan oleh persetujuan rakyat.

2.     Kekuasaan dari Masyarakat
Pada abad ke-16 proses pengabsahan ini kembali menjadi bersifat duniawi. Pada zaman pembaharuan dan pencerahan (zaman renaisance dan aufklarung) dimana peran agama mulai melemah dan orang kembali lebih mendasarkan hidupnya kepada peran ilmu yang rasional. Dari sinilah kekuasaan tertinggi itu muncul dan dinamakan Kedaulatan. Menurut Hobbes kedaulatan adalah kekuasaan tanpa batas untuk kepentingan tujuan negara. Hal ini muncul ketika Hobbes berada di tengah perang saudara di Inggris. Keadaan ini memaksanya berpikir bahwa tanpa kekuatan besar yang bisa memaksa kehendaknya pada masyarakat, keadaan kacau dalam negara tidak akan pernah berhenti – teori ini di sebut Leviathan. Hegel pun senada dengan Hobbes namun ia menambahkan bahwa kepentingan negara yang dituju merupakan keinginan umum untuk kebaikan semua orang dan itulah yang mendorong orang untuk mematuhi negara serta menjadi kekuatan kekuasaan negara. Oleh karenanya terjadi perubahan dari pemerintahan monarki dengan satu orang yang berkuasa kemudian oligarki dengan beberapa orang berkuasa menimbulkan sistem sosial politik yang lebih baik menurut saya yaitu demokrasi. Bagi Hegel, bila seseorang menyerahkan kepentingan individunya demi kepentingan umum, dia bukan mengurangi haknya melainkan memperluasnya dan menimbulkan pemerintahan yang demokratis. Saya setuju bahwa kekuasaan terbesar tidak boleh berpihak kepada satu golongan namun harus tetap berada di tangan rakyat karena rakyat memiliki hak untuk mengoreksi kekuasaan yang sewenang-wenang. Negara memang harus memiliki kekuasaan yang cukup besar supaya efektif dalam memerintah namun kekuasaan ini tetap harus dikontrol dan dikendalikan oleh rakyat supaya ada keseimbangan antara kekuasaan negara dengan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu sistem demokrasilah yang dapat menjaga keseimbangan tersebut.

Dilihat dari teori di atas, pemerintah menampakkan diri sebagai pembela rakyat. Saya setuju bahwa pada dasarnya negara itu bersifat netral dan tidak berpihak pada satu atau beberapa golongan saja. Namun dalam menjalankan kekuasaannya negara masih melakukan pemihakan pada satu atau beberapa golongan masyarakat. Hal ini dikarenakan setiap negara memiliki sistem dan kondisi struktural yang berbeda-beda yang serba membatasi mereka sehingga menyebabkan negara tersebut berpihak kepada satu golongan atau lebih. Contohnya negara kapitalis yang melakukan pemihakan kepada pengusaha dan para birokrat negara untuk menambah kekayaan mereka namun pada saat yang sama juga terus menyatakan bahwa semua ini dilakukan demi pembangunan bagi seluruh masyarakat. Maka komponen negara yang paling penting dan dapat membedakan setiap negara adalah sistem pemerintahan dan kondisi strukturalnya. Hal inilah yang menyebabkan negara tidak dapat didefinisikan secara sempit karena di dalam sistem dan kondisi struktural tersebut terdapat dominasi politik, sosial dan ekonomi. Keseluruhan sistem kekuasaan politik dan ekonomi inilah yang dinamakan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar