Senin, 10 Januari 2011

Menyelami Allah Israel Kuna: Refleksi Kritis Sederhana Melalui Kaca Mata Pembelajaran Pengantar Hermeneutik Perjanjian Lama

Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan beberapa dasar teori mengenai konteks Perjanjian Lama dengan mencoba melihatnya dari berbagai konteks seperti letak geografis, ekonomi, politik, kepercayaan, dan kebudayaan Israel Kuna. Melalui konteks itu saya mengajak pembaca untuk merefleksikan beberapa pertanyaan reflektif kritis dan menarik.
Kata kunci: hermeneutik, refleksi, theodise

Pendahuluan

Perjanjian Lama sangat menarik bagi saya karena di dalamnya mengandung cerita-cerita dan hal-hal yang sangat menarik. Seperti pada saat Tuhan memusnahkan bumi dengan air bah (Kej 6:17), Tuhan memilih Abraham sebagai Bapa sejumlah besar bangsa (Kej 17:5), Menara Babel yang menjulang kelangit demi menyetarakan kehebatan manusia dengan Allah (Kej 11), Allah memilih Israel sebagai bangsa pilihan-Nya melalui Abraham (Kej 12:2), pengeluaran bangsa Israel oleh Musa dari bangsa Mesir (Kel 3:10), peperangan-peperangan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa sekitarnya demi memenuhi kebutuan mereka, musim perang di Timur Tengah, dan masih banyak lagi. Saya mengetahui semua cerita-cerita tersebut tanpa memikirkan apa yang sebenarnya menyebabkan hal-hal itu tersebut dan bagaimana hal itu dapat terjadi?
Menurut saya, kehidupan dan keadaan Israel Kuno pada zaman itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap kisah di dalamnya. Bahkan saya tidak sempat berpikir hal-hal yang seperti itu. Oleh sebab itu interpretasi yang saya lakukan dalam teks menghasilkan sesuatu yang tidak dapat saya terima di dalam hati dan pikiran saya seperti, mengapa Allah memilih bangsa Israel menjadi bangsa pilihan-Nya? Apakah Allah mengeksklusifkan bangsa Israel?
            Saya berpikir bahwa teks yang ada di dalam Perjanjian Lama merupakan teks yang “suci”, teks yang tidak dipengaruhi oleh apapun juga termasuk manusia, teks yang harus sangat dihormati karena berasal langsung dari Allah melalui hikmat manusia dan pengalaman mereka bersama-Nya. Saya berpikir bahwa di dalam Alkitab – khususnya Perjanjian Lama – kisah yang terdapat di dalamnya adalah kisah-kisah yang baik, tidak ada kesalahan-kesalahan manusia di dalamnya. Kisah yang ada di dalamnya menceritakan tentang kebaikan manusia dan Allah sehingga orang  yang membacanya akan mengikuti semua sifat atau keadaan manusia yang baik serta percaya kepada Allah. Namun ternyata saya menemukan juga bahwa di dalamnya terdapat pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan manusia kepada Allah dan bahkan terjadi berulang kali. Hal ini membuat saya heran, mengapa keburukan-keburukan ini ada di dalam Alkitab Perjanjian Lama?

Konteks dan Pembahasan

Letak geografis Israel

Israel merupakan salah satu negara dari kawasan yang kita kenal dengan nama Timur Tengah. Bangsa yang mempunyai luas wilayah 22.145 km2 ini merupakan negara yang kecil dibandingkan dengan negara-negara yang berada di sekitarnya dengan jumlah penduduk 6.566 juta jiwa. Namun letak Israel merupakan letak negara yang strategis karena Israel merupakan satu-satunya negara yang membatasi 3 benua di dunia, Eropa, Afrika dan Asia. Ketiga benua ini dihubungkan dengan jalan utama yang melewati negara Israel. Karena posisinya yang sangat strategis, Israel mungkin menjadi negara yang sangat ingin dimiliki daerahnya oleh negara lain demi menguasai jalur perdagangan dan politik.
Tanah Palestina memiliki dataran yang cukup beragam. Di daerah ini terdapat pantai yang panas terik, namun juga terdapat pebukitan hingga gunung yang bersalju. Variasi geografi ini cukup menguntungkan bagi para penduduk Israel yang merupakan negara agraris, karena memungkinkan berbagai tanaman pangan untuk ditanam di atasnya.
            Pada daerah dataran dekat pantai, terdapat tebing Ras an - Naqura yang membelah dataran Phoenicia sampai utara dengan dataran Acco sampai selatan, sehingga membentuk batas di daerah utara. Di selatan daerah ini terdapat suatu rawa juga. Selain itu, terdapat daerah yang dulunya hutan lebat di daerah yang lebih ke selatan lagi.
            Daerah tengah merupakan daerah dataran yang berbukit. Pebukitan ini dinamai bukit - bukit Galilea. Bukit Galilea sebelah utara memiliki puncak gunung Jebel Jermaq yang berkisar 1300m di atas permukaan laut. Sebelah selatan merupakan daerah yang lebih subur dengan ngarai yang lebih landai.
Letak geografis Israel mempengaruhi segala aspek kehidupan, baik perekonomian, politik, kebudayaan bahkan kepercayaan. Oleh sebab itu, posisi Israel sangat diminati oleh bangsa sekitarnya. Hal ini membuat Israel menjadi bangsa rebutan[i].

Ekonomi Israel Kuno           

Karena masih kuno, maka keadaan ekonomi Israel tidak stabil, ada orang yang kaya sangat kaya, dan yang miskin sangat miskin. Karena masyarakat kecil hanya mendapat sedikit kesempatan dalam hal ini memungkinkan kerajaan Israel memperluas kekuasaannya untuk menambah penghasilan negara lebih lagi. Perdagangan dilakukan di daerah yang dekat maupun jauh dari kerajaan.
Meskipun tidak terlalu banyak bukti arkeologis yang mendukung, Kerajaan Israel dapat dikatakan telah menerapkan sistem ekonomi yang disesuaikan dengan model pemerintahannya yaitu monarki[ii]. Sistem ini adalah pertanian sebagai penghasilan rakyat agraris, perdagangan khususnya di pusat kota dan ke negara lain, pajak kepada rakyat untuk meningkatkan kas negara, dan peperangan untuk memperluas jajahan[iii]. Sistem ini ternyata masih sederhana sehingga menuai permasalahan. Masalah utama adalah  distribusi hasil yang masih bersifat kesukuan, sehingga menimbulkan keirian di berbagai daerah di kerajaan ini.
Ini adalah kronologi perekonomian Israel. Mulai 6000 SM, rakyat membudidayakan zaitun menjadi minyak. Pada 1250 SM beberapa kelompok orang Kanaan yang dipimpin Abraham beternak domba, kambing, unggas dalam jumlah besar. Tahun 1600 - 1500 SM, Kanaan dilanda kelaparan. Pada tahun Daud dan Salomo (1000 - 950 SM) Isreal makmur, rakyat agraris (bercocok tamam). Zaman Kerajaan Israel Utara (935 - 722 SM) rakyat bercocok tanam, berdagang gading, dan kayu hitam dan mulai menyembah 2 Allah, Baal dan Yahweh.  Zaman kerajaan Yehuda (925 - 587 SM) rakyat bertani, beternak domba, dan berdagang dengan Mesir dan Arab. Zaman pembuangan Babel (587 - 538 SM) rakyat Israel hidup di pembuangan selama setengah abad, kehilangan bait Allah dan tanahnya. Di bawah kekuasaan Persia (538 - 333 SM) Israel dibebaskan Raja Sirius, kembali ke Palestina. Di bawah Yunani (333 - 63 SM) dan roma ( 63 - 7 SM) rakyat beternak, bertani, dan berdagang[iv].
Secara umum mata pencaharian di negara-negara sekitar Israel terpusat di sektor agraris sama halnya seperti di Israel sendiri. Tetapi Sektor lainnya seperti: perdagangan, pengolahan logam, dan sebagainya, terdapat pula di negara-negara sekitar Israel. Maka dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian menjadi komoditi utama atau sumber mata pencaharian masyarakat di Israel dan sekitarnya.

 

Politik Israel Kuno

Sekitar tahun 1700 SM,  beberapa suku dari bangsa Israel atas pertolongan Yusuf dapat masuk ke Mesir, kepada mereka ditunjuk suatu daerah yang terletak diperbatasan timur Mesir. Beberapa ratus tahun suku-suku itu dapat hidup di Mesir (menurut gaya hidup mereka yang sedikit disesuaikan). Namun sementara itu di negeri Mesir terjadi perubahan politik yang besar. Pemerintahan yang agak melindungi suku-suku bangsa Israel diganti dengan pemerintahan yang mengambil kebijaksanaan lain. Mereka menganggap bahwa suku-suku bangsa Israel perlu takluk pada hukum dan tata negara Mesir, sehingga berubahlah kehidupan suku-suku bangsa Israel disana, dari yang menyenangkan menjadi kerja rodi / budak dalam perusahaan negara dan proyek-proyek besar. Jumlah mereka juga harus dikurangi dan dibatasi.
Selama lebih kurang 40 tahun bangsa Israel hidup di gurun, . Di dalam perantauan ini, Tuhan memberikan titah dan petunjuk-Nya mengenai cara hidup orang Israel. Maka, pada masa ini, Israel dapat disebut menganut bentuk pemerintahan Teokrasi, karena dipimpin oleh Tuhan sendiri. Pada akhirnya sekitar th 1200 SM bangsa Israel berhasil kembali masuk tanah perjanjian (Kanaan) atau Palestina.
Kemudian tata masyarakat setengah badui dan persekutuan yang longgar diganti menjadi sebuah kerajaan pada tahun 1050 SM, dan pada tahun 1030 SM diangkatlah Saul  menjadi raja yang pertama untuk Israel. Inilah awal bentuk pemerintahan Israel yang baru, yaitu Monarki. Bangsa ini menjadi semakin kuat dan bersatu setelah ada figure Saul ini. Kabinet Saul adalah kabinet yang cukup sederhana terdiri dari raja, putra raja (Yonathan), pemimpin perang, dan Daud sebagai “pembantu” raja. Awalnya Saul dapat menjadi raja yang baik sebelum mengecewakan pengharapan orang Israel dan kemudian dalam suatu pertempuran dengan orang Filistin, Saul dan putranya yang bernama Yonatan tewas.
Sekitar tahun 333 SM peta politik di Timur Tengah secara mendadak berubah. Raja Yunani (utara) Alexander Agung mengalahkan dan merebut seluruh kerajaan Persia dan juga kerajaan Mesir. Dengan demikian negeri Palestina pun dan umat Israel menjadi bawahan kerajaan Yunani. Alexander Agung tidak hanya memperluas wilayah kekuasaan politiknya, tetapi sekaligus menyebarluaskan kebudayaan Yunani yang memang unggul. Bangsa-bangsa yang menjadi bawahan Alexander umumnya tidak segan menerima kebudayaan Yunani itu.
Tahun 323-200 SM  umat Israel tidak banyak terganggu oleh pergolakan politik. Pemerintah Mesir cukup simpatik dengan orang Israel dan sangat toleran[v]. Raja-raja Mesir malah mendatangkan banyak orang Yahudi ke negerinya. Mereka terutama menetap di ibu kota, Aleksandria. Pada tahun 200 SM Palestina pindah tangan. Umat Israel menjadi bawahan kerajaan Syria/Babel yang ibu kotanya Antiokhia. Sekarang kebudayaan Yunani masuk negeri Palestina. Waktu pada tahun 167 SM raja Antiohus Epifanes mulai memaksakan peradaban dan agama Yunani sambil mengejar orang Israel yang mau tetap setia, meledaklah pemberontakan. Pemberontakan itu berlangsung lama, tetapi akhirnya berhasil baik. Sekitar tahun 141 SM umat Israel telah merebut kemerdekaannnya, baik di bidang agama maupun di bidang politik. Negaranya memang kecil, tetapi cukup kuat. Ia bersekutu dengan negara Roma.
Pada tahun 63 SM tentara Roma masuk Yerusalem. Umat Israel menjadi bawahan Roma, kalaupun dengan rajanya sendiri (Herodes agung dengan keturunannya). Dan begitu keadaannya sampai pada tahun 70 M umat Israel di Palestina hancur lebur.

Kepercayaan Israel Kuno

Sepintas, bangsa Israel dapat dikatakan memiliki pola pikir poliheisme. Pada zaman bapa - bapa leluhur Israel, sering kali nama Allah muncul dalam berbagai bentuk, misalnya El-Shaddai, El-Roi, El-Betel, dan sebagainya. Selain itu, kepercayaan yang berkembang adalah kepada ilah - ilah setempat. Bangsa Israel sering kali menyembah ilah - ilah setempat sesuai dengan bangsa di sekitarnya[vi]. TUHAN dianggap sebagai dewa perang saja dan dianggap tidak bisa mengurusi masalah pertanian, perdagangan, dan hal - hal keseharian yang lainnya. Namun, mungkin yang terjadi adalah bahwa bapa - bapa leluhur Israel justru menganut monotheisme praktis. Berbagai nama Allah yang muncul tidak dipersoalkan, melainkan mereka menganggap Allah yang disembah adalah satu[vii].
Namun kenyataan setelah Yahwehisme timbul dan sampai masa Kerajaan berakhir adalah bahwa bangsa Israel sangat mudah terpengaruh bangsa - bangsa di sekitarnya dalam hal penyembahan. TUHAN hanya dianggap salah satu tuhan saja. Sistem pemerintahan monarki tidak dapat membendungnya karena malah semakin terbentur dengan kepentingan politis. Di masa pembuangan, Israel kembali diperhadapkan pada pilihan untuk kembali menganut monotheisme dengan pemurnian di pembuangan dan penyadaran melalui nabi - nabi yang dipilih TUHAN.
Ada beberapa faktor yang menjadikan bangsa Israel menganut monotheisme praktis,
  1. Wahyu Ilahi, Israel merupakan bangsa yang spesial bagi Allah
  2. Keadaan alam, Israel tetap percaya satu Allah, sedangkan bangsa-bangsa lain tidak tahu bahkan bingung menentukan Allah mereka maka mereka memasrahkan diri pada alam.
  3. Keadaan politik dan ekonomi, Israel menganut monarki, bergantung pada satu raja, hal ini menyebabkan Israel cenderung monotheisme apabila rajanya mempercayai satu Allah.

Kebudayaan Israel Kuno

Bangsa Israel memiliki budaya beragam dan kaya. Dari cara mereka berpakaian sampai cara mereka menuntut ilmu menunjukan bahwa bangsa yang besar itu juga memiliki budaya beradab[viii]. Yang perlu kita perhatikan bersama di sini ialah bagaimana bangsa yang besar ini tak lepas dari pengaruh bangsa-bangsa disekitarnya sehingga menjadikan Israel dan sekitarnya sebagai bangsa-bangsa yang berkembang dan Maju.
Jika kita menelusuri budaya-budaya yang dihasilkan, kita akan melihat bahwa Israel Kuno memiliki peradaban yang tergolong unik dan dan juga mengalami perkembangan. Terlebih lagi, kebudayaan yang dimiliki Israel  memiliki ciri khas Timur Dekat Kuno yang terlihat dari produk budaya nya seperti alat-alat musik,tariannya, dan lain sebagainya. Namun demikian, ada juga produk budaya Israel Kuno yang mengadopsi atau menyesuaikan dengan kebudayaan sekitar Israel.
Hal menarik lainnya, yaitu bagaimana bangsa Israel Kuno menghayati kehidupan spiritual dengan produk budaya yang dihasilkan. Hampir setiap produk budaya yang dimiliki Israel kuno memiliki makna, baik itu seni penampilan (musik, nyanyian, dan tari), seni kerajinan (gambar&ukiran), perhiasan, dan juga perlengkapan rias. Dapat kita lihat bahwa Kebudayaan sangat kental pada kehidupan Israel[ix]. Bahkan boleh dikatakan kebudayaan adalah kebutuhan utama bagi mereka. Oleh sebab itu kebudayaan sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari orang-orang Israel baik dalam aspek sosial maupun religius. Ini sekaligus memperhadapkan orang-orang Israel pada dampak buruk dari kaku nya budaya mereka.

Refleksi

Apakah Allah mengeksklusifkan Israel?

Allah menyatakan diri sebagai Allah Israel, mengapa demikian? Pernyataan demi pernyataan Allah keluarkan yang menyatakan bahwa Ia adalah Allah bagi umat-Nya Israel.

16Sejak Aku membawa umat-Ku Israel keluar dari Mesir,...tetapi Aku telah memilih Daud untuk berkuasa atas umat-Ku Israel.
17 Lalu raja melanjutkan: "Ketika Daud, ayahku bermaksud mendirikan rumah untuk nama TUHAN, Allah Israel,... (1Raj 8:16,17)
           
Mengapa Allah memiliki kesan mengeksklusifkan bangsa Israel? Padahal kehidupan Israel memiliki ciri khas yang tegar tengkuk. Allah memilih Israel sebagai bangsa pilihan-Nya, oleh karena itu Ia menyelamatkan bangsa Israel.
            Allah sama sekali bukan Allah yang seperti itu. Allah adalah Allah yang adil, hal ini dapat dibuktikan dalam kisah-kisah di Alkitab baik Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Memang pernyataan-pernyataan seperti itu membuat para pembaca dapat berpikir bahwa Allah mengeksklusifkan bangsa Israel. Namun semua pernyataan-pernyataan seperti di atas dapat dibantah dengan membandingan cerita-cerita lain yang terdapat dalam Alkitab. pada Perjanjian Lama contohnya, Allah memilih Yunus untuk memberitakan tentang dosa Niniwe yang sudah sampai kepada-Nya (Yunus 1:2). Namun Yunus memberitakan kepada Niniwe bahwa empat puluh hari lagi Niniwe akan dihancurkan oleh Allah. Niniwe percaya kepada Allah dan berbalik dari dosa mereka sampai membuat Allah menyesal telah merancangkan malapetaka terhadap Niniwe dan menyatakan bahwa Allah menyayangi Niniwe (Yunus 4:11). Hal ini terjadi dalam Alkitab padahal Niniwe bukan Israel! Sedangkan pada Perjanjian Baru, Tuhan Yesus memakai orang samaria sebagai perumpamaannya (Luk 10:33), bukan orang-orang Yahudi[x]. Maka dapat disimpulkan bahwa Allah tidak mengeksklusifkan bangsa Israel.

 

Apakah isi Alkitab itu tidak benar?

Pertanyaan ini mungkin muncul apabila kita membaca Alkitab lebih kritis dari sebelumnya. Cerita di Alkitab juga terus berputar-putar dan berkutat pada satu rotasi; perjanjian dengan Allah, melanggar janji dengan Allah (berdosa), menerima hukuman, bertobat, berjanji lagi lalu melanggar lagi dan begitu seterusnya. Tidak hanya untuk bangsa Israel, namun juga para orang-orang pilihan Allah, mengapa hal ini diceritakan di dalam Alkitab yang biasanya dianggap orang sebagai cerita yang suci[xi].
Memang keadaan di atas membuat kebanyakan orang berpikir bahwa Alkitab adalah sesuatu yang suci, namun hal ini tidak benar adanya. Pengilhaman Alkitab kita bukan secara mekanis[xii], namun organis[xiii]. Dengan demikian, sekalipun semua kata-kata yang diucapkan itu adalah kata-kata manusia, kesaksian manusia, namun Roh Kudus turut bersaksi di dalamnya. Oleh sebab itu masih juga dipengaruhi oleh karakter penulis dan tujuan penulis dalam menuliskan isinya.
Namun penulis zaman Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah penulis yang polos, mereka menuliskan semua yang mereka tahu dan dengar tanpa merubah makna dari cerita-cerita leluhur. Karena itu, keburukan, kelemahan dan permasalahan manusia bahkan orang-orang pilihan Allah diceritakan di dalamnya. Bukan untuk melemahkan makna isi Alkitab dan membuat orang berpikir seperti saya tadi namun jika kita melihat dari sisi yang lain, penulis tidak memutar-mutar cerita dan memperindah isi Alkitab sehingga orang kagum dan percaya namun ia menuliskan apa adanya dan mencerminkan kualitas isi Alkitab dan kebenarannya. Oleh sebab itu mereka menuliskan semuanya tanpa terkecuali karena apa yang mereka dengar dan mereka rasa membuat mereka tahu bahwa Allah Yahwe adalah esa[xiv].

Apakah Allah itu jahat?

Israel kuno merupakan salah satu dari bangsa yang berada di suatu daerah yang sekarang kita kenal dengan nama Timur Tengah. Israel merupakan bangsa yang kecil namun memiliki daerah yang strategis dengan bentang alam yang begitu berlimpah dengan berbagai macam kenampakannya seperti dataran rendah, laut, sungai, perbukitan, dan pegunungan[xv]. Hal ini yang menjadikan Israel tanah perebutan berbagai bangsa disekitarnya. Namun yang menjadi permasalahan adalah, mengapa Allah pada zaman itu memerintahkan Israel untuk memusnahkan bangsa-bangsa di sekitar Kanaan? Selain itu ada juga cerita-cerita yang mendukung pertanyaan saya di dalam hati saya seperti kisah Nuh pada Kejadian 7 ketika Allah membinasakan bumi seisinya dengan air bah kecuali Nuh dan seisi bahterahnya; Allah juga menyuruh Saul memusnahkan orang Amalek dalam 1 Samuel 15, bahkan beserta harta dan binatang-binatangnya! Apakah Allah memiliki sifat yang kejam juga?
            Mungkin tidak banyak orang yang menyadari akan hal ini, karena sebagian besar orang kristen sudah terdogma bahwa Allah itu baik tanpa menghiraukan dan mengkritisi isi alkitab itu sendiri. Hal ini baik, karena membuktikan bahwa para pekerja Allah berhasil, dalam arti membuat jemaat percaya. Namun di sisi lain kita melihat bahwa hal ini sangatlah berbahaya apabila mereka tidak mengerti maksud yang sebenarnya karena dapat mudah digoyahkan oleh hal-hal yang lain.
            Menurut saya, pertanyaan di atas tidak benar, Allah tidak memiliki sifat jahat sama sekali. Allah bukan Deus Saevus [xvi]tetapi Deus Gratious[xvii] seperti yang kebanyakan terdapat dalam Alkitab.
Memang benar Allah sendiri yang menyuruh bangsa Israel untuk berperang dengan bangsa sekitarnya dan memusnahkan mereka (Jos 6:16; Jos 10:25,26). Hal ini memang memberikan kesan bahwa Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang Deus Saevus. Namun sebenarnya, kita harus memahami konteksnya terlebih dahulu.
            Pada zaman itu Israel merupakan bangsa yang suka akan perang, bahkan kehidupan mereka dipengaruhi oleh peperangan demi memenuhi kebutuhan bangsanya. Oleh karena itu invasi-invasi seperti ini dilakukan. Bangsa-bangsa sekitarpun menyerang Israel karena daerahnya yang strategis. Semua terjadi terus menerus sehingga membuat daerah itu memiliki satu musim yang kita kenal dengan musim perang.
Oleh karena itu Bangsa Israel juga menganggap Allah sebagai panglima perang mereka. Allah menyuruh memusnahkan bangsa-bangsa sekitar demi mencegah Israel dipengaruhi bangsa sekitar untuk menyembah baal. Namun tidak semua yang benar-benar menyembah baal, ada bangsa-bangsa di sekitar Israel yang membuat mereka beranggapan bahwa kepercayaan bangsa itu memiliki satu tujuan yang sama, wahyu khusus dari Allah namun cara mengekspresikan ibadah mereka yang berbeda. Walaupun Israel cenderung menganggap allah lain tidak ada karena bangsa sekitar menganut politheisme sedangkan bangsa Israel monotheisme. Israel percaya Allah Yahwe itu hadir dalam bangsa-bangsa lain namun tidak dominan, lebih dominan ilah lain yang dianggap mati. Hal-hal inilah yang mendorong mereka untuk berperang.

Apakah janji Allah pada zaman sekarang sudah kadaluarsa?

Saya melihat dari cerita Alkitab Perjanjian Lama tentang nabi Nuh pada zaman sebelum Israel. Waktu itu Allah memusnahkan segala makhluk yang ada kecuali Nuh dan seisi bahterahnya dengan air bah (Kej 6:13). Setelah selesai melakukannya, Allah membuat perjanjian dengan Nuh bahwa tidak akan ada lagi hal yang seperti itu melalui tanda busur di langit setelah air bah terjadi (Kej 9:11), dan biasanya busur tersebut kita anggap pelangi, karena ada tertulis :

28Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman. (Yeh 1:28)

Namun apabila kita lihat pada zaman sekarang, seperti contohnya bencana tsunami tahun 2006 lalu yang menewaskan kurang lebih 700 jiwa membuat saya berpikir, apakah janji Allah sudah tidak berlaku di zaman sekarang ini? Atau adakah tanggal kadaluarsa bagi janji Allah? Mengapa bencana-bencana pada zaman ini harus terjadi sehingga menimbulkan paham atau pendapat seperti ini ?
Saya memiliki pandangan tersendiri bagi pertanyaan diatas. Allah hakikatnya tidak berubah, begitu pula dengan janji-Nya. Namun bencana dan peristiwa-peristiwa ini harus kita tanggapi melalui sisi yang lain.
Sesuatu yang unik saya temukan ketika sedang bersaat teduh pagi dengan membaca bagian-bagian dari Alkitab perjanjian Baru (karena kehendak sendiri tanpa buku renungan yang biasa saya baca untuk bersaat teduh) beberapa hari sebelum membuat tulisan ini. Saya merasa ingin lagi mengulang cerita-cerita tentang karya Tuhan Yesus yang biasa saya dengar di Ibadah Minggu Pelayanan Anak, lalu saya membaca pada Yohanes 9:1-5. Saya menemukan sesuatu dari ayat tersebut yang  mengganggu pikiran saya. Yang membuat saya tertarik adalah pertanyaan-pertanyaan siapa yang berdosa jika orang tersebut buta dari lahir (ayat 2)? Namun ada satu hal yang membuat saya heran, mengapa Yesus tidak menjawab pertanyaan tersebut tapi malah menjelaskan bahwa hal itu terjadi agar pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia (ayat 3).
            Ini membuat saya jauh berpikir sekarang, bahwa tidak semua hal dapat dijawab dengan akal manusia, bahkan dalam proposisi teologis. Biasanya pertanyaan-pertanyaan dalam Yohanes 9 memiliki nada yang sama dengan pertanyaan refleksi keempat saya, Theodise. Hal-hal yang demikian menjadi suatu misteri kehidupan berteologi bagi kita, bahkan misteri bagi para jemaat dan orang lain. Namun sebaiknya misteri ini tidak menggoyahkan bahkan melenyapkan iman kita kepada Allah namun sebaliknya, misteri itulah yang menjadi iman kita. Karena menurut saya, Iman adalah keputusan untuk mengambil langkah bersama misteri-misteri kehidupan dan tetap mempercayai Allah walau kita tidak dapat memahami semua hal seperti itu namun tetap yakin bahwa ada suatu pekerjaan Allah yang baik bagi kita di dalam pertanyaan-pertanyaan kita.


Penutup

Mempelajari dan merefleksikan semua hal di atas selain kita dapat lebih memahami makna dan tujuan ditulisnya Alkitab baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama, ini juga tampaknya membuat kita memahami lebih jauh tentang kehidupan berteologi kita. Memang tidak mudah untuk memahaminya ketika kita tidak mengetahui konteks dan pemahaman lebih lanjut dari apa yang biasa kita terima melalui gereja.
            Saya juga merasa mata kuliah dan pembelajaran yang kita terima saat ini sangat berguna untuk menunjang pembelajaran-pembelajaran selanjutnya. Terima Kasih.

Daftar Pustaka

Curtis, Adrian, et al. Oxford Bible Atlas. 4th ed. 2007. New York: Oxford University Press
Hudson, Christhoper D. 2008. Buku Pintar Alkitab. Jakarta : Bethlehem Publisher.
King, Philip J. and Stager, Lawrence E. Life In Biblical Israel. 2001.Kentucky: Westminster John Knox Press
O. Borowski. (Paper) Daily Life in Biblical Israel
H.K. Rowley, Ibadat Israel Kuno.
Groenen OFM, C. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama. 1980.Yogyakarta: Kanisius.
Dietrich, Walter. (Paper) Early Monarchy in Israel: The Tenth Century B.C.E. .2006.
Atlanta: Society of Biblical Literature.


[i] Pandangan saya mengenain hal ini adalah demi memenuhi kebutuhan hidupnya, bangsa-bangsa sekitar Israel bahkan Israel sendiri melakukan invasi-invasi dengan menetap di wilayah bangsa lain yang mereka anggap memiliki sumber kebutuhan lebih banyak dibandingkan dalam tanah air mereka.
[ii] Sistem politik dan ekonomi kerajaan yang memiliki satu pemimpin dalam mengepalai dan mengawasi serta merancang jalannya pemerintahan.
[iii] Dietrich, Walter. (Paper) Early Monarchy in Israel: The Tenth Century B.C.E. .2006.
Atlanta: Society of Biblical Literature.
[iv] Curtis, Adrian, et al. Oxford Bible Atlas. 4th ed. 2007. New York: Oxford University Press.
[v] Groenen OFM, C. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama. 1980.Yogyakarta: Kanisius.
[vi] O. Borowski. (Paper) Daily Life in Biblical Israel Hal 24 -25
[vii] H.K. Rowley, Ibadat Israel Kuno. Hal 14
[viii] Hudson, Christhoper D. 2008. Buku Pintar Alkitab. Jakarta : Bethlehem Publisher.
[ix] King, Philip J. and Stager, Lawrence E. Life In Biblical Israel. 2001. Kentucky: Westminster John Knox Press
[x] Dalam Perjanjian Baru, orang Yahudi merupakan keturunan langsung dari bangsa Israel, oleh sebab itu mereka mengedepankan kebudayaan mereka turun temurun dari bapak leluhur mereka sampai sekarang.
[xi] Suci di sini maksudnya adalah orang menganggap cerita di dalam Alkitab adalah cerita yang begitu metafisik, semua yang terdapat di dalamnya adalah cerita yang baik dan patut diteladani karena tentang hakikat Allah, padahal banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan hal tersebut, di dalamnya juga terdapat kelemahan-kelemahan manusia walaupun sebagai orang pilihan Allah.
[xii] Manusia di dalam pengilhaman Alkitab hanya berfungsi sebagai mekanik atau mesin Allah, diilhamkan secara harafiah seperti pandangan muslim tentang Al Quran.
[xiii] Semula dialami dan diceritakan secara lisan turun temurun, tetapi kemudian, ketika timbul kesukaran-kesukaran di beberapa jemaat, juga mulai dilakukan secara tertulis dan melalui surat-surat kirimannya.
[xiv] Bukan secara matematis dalam arti Allah itu satu, namun maksudnya adalah kepunyaan mereka, milik mereka, kepercayaan mereka satu-satunya.
[xv] Curtis, Adrian, et al. Oxford Bible Atlas. 4th ed. 2007. New York: Oxford University Press, hlm. 16-28
[xvi] Gambaran tentang Allah yang ganas.
[xvii] Gambaran tentang Allah yang berbelaskasihan, murah hati dan penuh kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar