Senin, 10 Januari 2011

Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah Hak manusia yang dimiliki manusia sejak manusia itu ada. Kesadaran akan Hak Asasi Manusia muncul dari kalangan bawah dengan ekonomi kecil. Biasanya Hak Asasi Manusia muncul akibat pengalaman sebuah penderitaan dan penghinaan serta penindasan. Negara yang baru merdeka atau bebas dari penjajahan menciptakan situasi baru bagi masyarakat negara tersebut. Kekacauan ekonomi, masalah regionalisme, perbedaan suku, primordialisme agama dan lain-lain memaksa elite berkuasa memunculkan fenomena yang baru juga dengan memaksa masyarakat untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Memang jika dilihat dari sisi elite berkuasa hal ini adalah keputusan yang baik namun apabila dilihat dari perspektif masyarakat, hal ini membuat masyarakat merasa ditindas, diperangi, bahkan dimusuhi oleh negara. Inilah yang memunculkan repressive development regimes yang menindas kebebasan aspek kehidupan rakyat demi kebijakan pembangunan elite berkuasa. Keadaan ini memaksa rakyat memperjuangkan sesuatu yang disebut dengan Hak Asasi Manusia.
            Saya akan mengkritisi tiga hal yang telah saya pelajari dari semua bahan bacaan yang menurut saya penting untuk dibahas, yaitu:
  1. Frans Magnis-Suseno dalam bukunya mengatakan bahwa pembangunan tidak mungkin dapat dilakukan tanpa pengorbanan; yang disayangkan ialah bahwa yang berkorban sering bukan mereka yang mampu atau sangat mampu namun rakyat kecil yang kehidupannya dekat garis kemiskinan. Contoh misalnya penggusuran demi pembangunan namun dengan tunjangan yang tidak sesuai dan kurang layak untuk kehidupan rakyat yang tergusur tersebut. Saya tidak setuju apabila dikatakan pembangunan butuh pengorbanan, bahkan korbannya adalah rakyat kecil. Menurut saya sebenarnya pembangunan tidak butuh pengorbanan apabila hak asasi masyarakat yang kecil dengan hak asasi masyarakat yang elit seimbang dalam kehidupan bernegara. Mungkin memang secara teori masyarakat elit dengan masyarakat kecil memiliki keadaan dan perlakuan yang sama, namun kenyataannya sering terjadi manipulasi antara elit berkuasa dengan kaum elit tentang pembangunan. Lebih sulit bagi elit berkuasa menggusur daerah pemukiman kaum elit dari pada rakyat kecil. Rakyat kecil menjadi korban akibat kemiskinan memaksa mereka tidak dapat membela diri mereka layaknya kaum elit. Bahkan tunjangan dari elit berkuasa kepada rakyat kecil yang tergusur ini seringkali tidak selayaknya untuk kehidupan mereka, hal itu dikarenakan elit berkuasa memandang sebelah mata rakyat kecil dan membuat hak asasi masyarakat yang berat sebelah. Oleh karena itu sebaiknya hak asasi rakyat kecil seimbang dengan rakyat yang mampu agar pembangunan tidak selalu dianggap butuh pengorbanan dengan menjadikan rakyat kecil tumbalnya.
  2. Krisni Noor Patrianti menceritakan bahwa dalam sidang Panitia Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tahun 1945, Soekarno dan Soepomo menolak dimasukkannya jaminan Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945 karena mereka beranggapan bahwa negara yang akan dibentuk adalah negara kekeluargaan. Layaknya kepala keluarga yang mengatur dan mengawasi anggota keluarganya, demikian juga pemimpin negara terhadap bangsanya. Saya tidak setuju akan pernyataan ini, karena menurut saya tindakan ini terlalu otoriter dan dapat berdampak buruk bagi negara apabila pemimpin negara menggunakan kekuasaannya dengan semena-mena. Setelah itu Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin bersikeras agar jaminan Hak Asasi Manusia dimuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan alasan yang sama dengan saya. Namun saya juga tidak setuju apabila Hak Asasi Manusia dilakukan begitu saja tanpa adanya otoritas dan pengawasan dari elit berkuasa. Menurut saya, saya sependapat dengan Emmanuel Gerrit Singgih yang menyatakan bahwa keputusan yang ideal adalah Hak Asasi Manusia tidak hanya dihubungkan dengan kebebasan manusia tetapi juga dengan otoritas dan otoritas yang paling ideal adalah otoritas ilahi. Menurut Frans Magnis-Suseno juga menyatakan bahwa yang perlu dibuktikan bukanlah kebebasan melainkan pembatasannya. Saya juga sependapat bahwa memang Hak Asasi Manusia harus dijunjung tinggi, namun tidak terlepas dari batasan-batasan yang ada agar masyarakat tidak menyalah-artikan Hak Asasi dengan kebebasan tanpa batas.
  3. Frans Magnis-Suseno menyatakan bahwa situasi buruk suatu negara misalnya keadaan perang, huru-hara, ketidakstabilan politik fundamental, tidak ada keamanan dan ketertiban, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, situasi kelaparan dan lain-lain menyebabkan elit berkuasa mengesampingkan Hak Asasi Manusia demi mengatur, bertindak keras mengatasi krisis-krisis dan menata kembali negara kearah yang lebih baik. Saya tidak setuju apabila Hak Asasi Manusia harus dikesampingkan karena menurut saya juga bahwa pengesampingan Hak Asasi Manusia adalah tanda kegagalan elit berkuasa dalam mengemban tugasnya mencapai kesejahteraan umum. Pengesampingan Hak Asasi Manusia adalah suatu pengakuan kelemahan, kerawanan dan kegawatan suatu negara. Menurut saya, bukan penyelesaian masalah yang mendahului pengakuan atas Hak Asasi Manusia, namun Hak Asasi Manusialah yang menunjang penyelesaian masalah-masalah negara dari krisis-krisis tersebut.
            Oleh karena itu, dari tiga kritisi di atas, saya menyimpulkan bahwa kekuatan Hak Asasi Manusia sangat mempengaruhi kehidupan bangsa. Perlakuan manusia jugalah yang menjadi tolok ukur peradaban sebuah masyarakat dalam kehidupan bernegara. Sebaiknya elit berkuasa sadar akan keseimbangan kepentingan Hak Asasi Manusia atas rakyat yang mampu dengan rakyat kecil yang seringkali dipandang sebelah mata agar teciptanya kesejahteraan umum bagi seluruh bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar