Senin, 10 Januari 2011

Politik Israel Kuna

Israel kuno dahulu masih nomaden (berpindah-pindah). Kehidupan berpolitik israel kuno muncul dengan adanya kesadaran dari setiap umat Israel itu sendiri akan adanya pengaturan yang mengatur setiap umat Israel.
Kehidupan Israel kuno masih dipimpin oleh seorang nabi atau utusan Allah yang bertujuan untuk menuntun Israel turut dalam kehendak Allah. Israel yang berpindah-pindah ini hanya mengandalkan aturan dari Tuhan melalui para nabi atau utusan Tuhan yang mengarahkan bahkan mengurus mereka.
Karena begitu banyaknya umat Israel, seorang nabi atau utusan Allah tidaklah mungkin mengatasi atau mengatur begitu banyak umat sendiri. Maka pada zaman Musa, dia membagi-bagi beberapa umat atau suku agar memiliki fungsi dan pemimpin masing-masing untuk mengurusi kehidupan mereka.
Kehidupan ini menjadikan Israel bangsa yang sedarah seperjuangan sesaudaraan. Walau pun mereka terbagi dalam berbagai suku, namun kehidupan mereka tetap satu kesatuan. Walau beberapa kali sempat bersitegang namun kehidupan Israel patut di acungi jempol.
Lambat laun, kehidupan Israel yang seperti demikian menjadikan bangsa Israel sebuah kerajaan, Israel kuno. Dengan seorang raja yang diutus Tuhan, layaknya seorang nabi, mereka memimpin Israel dengan seturut kehendak Tuhan.
Seorang raja di anugrahkan tahtanya dengan penabishan oleh nabi yang Tuhan utus. Seorang raja dapat juga menjadi seorang imam pada waktu itu. Selmana suatu jangka waktu yang lama kehidupan suku-suku biasanya berpusat pada satu kota dimana berkuasa seorang raja yang mempunyai kekuasaan atas sejumlah tanah-tanah pertanian disekitar kota tersebut.
Kemudian barulah untuk pertama kalinya muncul kesatuan politik yang lebih besar di Mesir sekitar tahun 2900 SM dan yang dikenal dengan nama Kerajaan Mesir Kuno.
Zaman Bangsa-Bangsa Kecil
Di zaman pemerintahan raja Daud dan Salomo, Israel menguasai negeri Filistin dan negeri-negeri yang terdapat di seberang sungai Yordan lebih dari setengah abad lamanya. Pada masa itu bangsa-bangsa besar Mesir dan Mesopotamia sedang lemah sehingga tidak cukup kuat untuk mempengaruhi perkembangan dan kejadian-kejadian di Palestina. Bangsa-bangsa kecil yang berada di sekitar Israel takluk kebawah kekuasaan Israel. Akan tetapi setelah Salomo mangkat keadaan berubah. Negara Israel dilanda pemberontakan yang mengakibatkan kerajaan kesatuan Israel pecah menjadi dua bagian yang tidak sama luasnya. Wilayah Israel bagian utara tetap menggunakan nama Israel, sedangkan wilayah selatan menjadi satu kerajaan dengan menggunakan nama Yehuda. Karena perpecahan ini maka bangsa Israel tidak mampu lag untuk mempertahankan kekuasaannya atas negeri-negeri tetangganya.
Bangsa-bangsa yang semula dikuasai bangsa Israel berhasil memerdekakan dirinya. Bangsa Filistin memperoleh kembali kemerdekaannya. Bagitu juga halnya bangsa-bangsa sebelah timur sungai Yordan yakni Amon, Moab dan sekurang-kurangnya sebagian bangsa Edom. Damsyik telah lebh dulu merebut kemerdekaan pada zaman pemerintahan Salomo dan setelah Salomo mangkat raja Damsyik dengan tidak ragu-ragu berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Mungkin karena kota Damsyik menjadi pusat dari suatu negara yang sangat kuat dan teratur secara baik, maka kerajaan yang beribukota di situ dikenal pada masa itu sebagai “Siria”. Nama ini sebenarnya sudah biasa digunakan, tetapi sebelumnya secara umum dipakai untuk menyebutkan suku-suku bangsa yang berbahasa Aram dan berdiam di sebelah utara Palestina, yakni kerajaan Fenisia dan Hamat, mungkin sekali berhasil mempertahankan kemerdekaannya pada masa-masa berikutnya sesudah kematian Salomo.
Walau demikian tidak satu pun dari antara bangsa-bangsa tersebut yang cukup kuat untuk dapat menguasai yang lainnya. Sehingga dengan demikian sejak saat itu mulailah suatu zaman bangsa-bangsa kecil yang terus menerus bertikai mengenai perbatasan dan yang saling berperang untuk merebut kekuasaan atas kota-kota yang terdapat di perbatasan-perbatasannya. Akan tetapi jika musuh telah berhasil dihalau dan ancaman dari luar tidak ada lagi, maka mereka kembali berperang sama sendiri. Dengan demikian perserikatan antara mereka pada suatu saat terbentuk, namun kemudian bubar pada saat berikutnya. Demikian seterusnya.
Kesatuan antara bangsa-bangsa tersebut barulah menjadi kuat pada masa ketika seluruh Palestina dan daerah-daerah di sebelah timur sungai Yordan terancam oleh penyerbuan dari luar.

Mesir
            Kerajaan Mesir merupakan kekuatan luar pertama yang melancarkan suatu serangan besar-besaran terhadap bangsa-bangsa kecil tersebut. Dalam tahun 918 SM. Firaun Sisak I berhasil menguasai palestina. Raja Rehabeam dar Yehuda terpaksa membayar sejumlah upeti yang besar sekali kepada Firaun Sisak supaya Yerusalem dapat luput dari gempuran tentara Mesir (1 Raj 14:25-28). Firaun Sisak terus menyerbu ke utara dengan kekuatan yang besar. Ia kemudian mendirikan suatu prasasti yang berisikan daftar 150 kota yang berhasil diserang dan ditaklukannya, baik yang terdapat di Palestina maupun di luarnya. Di antara kota-kota tersebut terdapat nama kota Bet-Sean dan Megido. Hal ini pula yang menguatkan dugaan bahwa Sisak juga berhasil menyerang dan menaklukkan kota Sikhem, yang pada waktu itu menjadi ibukota kerajaan Israel Utara. Kota Pniel mungkin sekali kemudian dijadikan ibukota kerajaan menggantikan Sikhem (1 Raj 12:25). Firaun Sisak bertindak dengan cepat terhadap bangsa-bangsa kecil yang bergabung melawannya. Namun segera sesudah itu ia menarik diri dari Palestina. Setelah itu Mesir tidak memainkan peranan penting lagi dalam sejarah di kawasan ini selama satu abad lamanya.

Asyur
            Pada saat Mesir menjadi lemah bangsa Asyur untuk pertama kalinya memainkan peranannya dalam kehidupan bangsa-bangsa yang tinggal di kawasan Palestina dan di negeri-negeri di seberang timur sungai Yordan. Asyur adalah suatu bangsa yang mempunyai sejarah yang panjang dan beraneka ragam, dan yang sedang menghimpun kekuatan sebagai persiapan untuk masa jayanya. Dibawah pemerintahan raja-rajanya bangsa Asyur beberapa kali dengan berani melancarkan serbuan-serbuan yang berhasil terhadap bangsa-bangsa yang ada disebelah barat dan barat daya negerinya.
Asyur-nasir-pal II, yakni salah seorang raja Asyur yang memerintah antara tahun 883-859 SM., menyerang Siria dan beberapa kota bangsa Fenisia yang terletak di pantai Laut Tengah. Anaknya yang bernama Salmaneser III (memerintah dari tahun 859-824 SM.) juga beberapa kali menyerang bangsa-bangsa kecil itu. Raja-raja Israel, Siria dan Hamat menggabungkan angkatan-angkatan perangnya untuk mempertahankan diri. Pada tahun 853 SM. Mereka berperang melawan Salmaneser di Qarqar. Dalam perang itu raja Asyur memang memperoleh kemenangan yang besar, namun ia tidak mampu untuk terus mempertahankan kendali pengawasannya atas bangsa-bangsa kecil yang dikalahkannya itu. Memang beberapa kali ia berusaha menyerang Hamat dan Siria, namun kita tidak mengetahui apakah Israel terlibat dalam peperangan itu atau tidak.
Dalam tahun 802 SM. Seorang raja Asyur yang lain, yang bernama Adadnirari berperang mmelawan bangsa Siria dan memaksa rajanya untuk menyerah. Setelah itu bangsa Siria menjadi lemah sehingga tidak dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa di Palestina. Bangsa Asyur kemudian, selama suatu jangka tertentu, tidak berusaha campur tangan dalam kejadian-kejadian di Israel dan Yehuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar