Senin, 10 Januari 2011

Sosial Israel Kuna

PENGANTAR
Berbicara mengenai struktur masyarakat, sebenarnya topik mengenai keluarga masuk ke dalam tema ini, karena keluarga merupakan dasar pembentukan suatu masyarakat. Dalam paper kali ini kami hanya membatasi masalah struktur sosial dalam hal strata atau tingkatan-tingkatan yang dikenal dalam masyarakat israel kuno.
Tingkatan-tingkatan dalam masyarakat israel kuno – menurut kami – mengalami perkembangan. Yang kami bahas mengenai perkembangan disini (bisa positif atau negatif) ialah perubahan tingkatan dalam struktur masyarakat. Perbedaan strata atau tingkatan dalam masyarakat dillihat dalam kajian hal kekayaan dan pengaruhnya di dalam masyarakat atau komunitas tersebut. Kami akan membagi perkembangan itu dalam beberapa periode, seperti pada masa bapa leluhur (Abraham sampai Yusuf), masa perbudakan dan keluaran dari Mesir (termasuk masa perjalanan padang gurun), dan masa masuk dan menetap di Kanaan.

PEMBAHASAN

a.     Masa Bapa Leluhur

Pada masa Bapa leluhur, (Abraham) yang sudah mengenal tingkatan dalam masyarakat yang diperoleh pada waktu dia menetap di Ur. Tingkatan masyarakat yang dikenal sama dengan tingkatan yang ada di dalam keluarga, yang mereka bawa juga dalam perjalanannya menuju tanah Kanaan. Itulah masa di mana mulai menjadi orang-orang nomad. Adapun tingkatan yang nampak ialah bapa sebagai seorang pemimpin dalam sebuah komunitas tersebut (di bawahnya ada istri, anak, menantu) dan pegawai (budak). Seperti dalam Kej. 12 : 5 ; 13 : 6-7, nampak ada Tuan (Bapa – anggota keluarga) dan budak atau pegawai beserta keluarganya[1] (para gembala). Keberadaan budak di sini lebih disebabkan persoalan ekonomi (bdk. Dengan terjadinya perbudakan dalam topik pembahasan politik di israel kuno). Keberadaan budak dalam masyarakat Israel yang bertani dan beternak, budak biasanya melayani dan tinggal dalam suatu rumah tangga; tenaganya melengkapi tetapi tidak menggantikan tenaga anggota-anggota rumah tangga yang bebas. Dengan kata lain, tenaga kerja budak tidak melepaskan orang Israel yang bebas dari kerja fisik, seperti dalam masyarakat Yunani kuno[2].

b.     Masa perbudakan Mesir sampai pengembaraan di padang gurun

Pada masa perbudakan bangsa Israel di Mesir terjadi perubahan yang radikal (setelah Yusuf wafat dan raja Mesir berganti), dimana Israel menjadi budak bagi bangsa Mesir. Bangsa Israel diperbudak di Mesir sekitar seratus tahun. Keadaan sosial Israel bergantung pada para penguasa di Mesir. Dengan bekerja bagi Mesir, Israel sangat menghormati penguasa Mesir demi kelangsungan hidup bangsanya di sana. Struktur sosial bangsa Israel sendiri (dalam kajian kekayaan) menjadi setara satu sama lain akibat kebutuhan yang ditanggung bangsa Mesir, walaupun sama dalam arti lebih kurang kondisi ekonomi dan sosialnya setara antara satu dengan yang lain (bdk. Keluaran 2:14). Lalu setelah masa perbudakan, bangsa Israel digiring keluar dari Mesir oleh Musa (dengan demikian Musa menjadi pemimpin tunggal) menuju tanah perjanjian melalui padang gurun. Masa-masa sulit dilewati bangsa Israel selama empat puluh tahun. Keadaan sosial bangsa Israel di padang gurun bergantung pada titah dan pemeliharaan dari Allah melalui Musa. Mereka saling melengkapi satu sama lain walaupun kebutuhan mereka sangat minim dan selalu bergantung kepada pemeliharaan Allah (bdk. Keluaran 16:31,32). Namun pada masa ini terdapat tingkatan masyarakat yang bukan diambil dalam kajian kekayaan karena tingkat ekonomi mereka rata-rata sama. Keberadaan tingkatan sosial ini disebabkan dari kemampuan individual dalam memimpin (bdk. Keluaran 18:17-23). Musa juga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak oleh karena banyaknya kendala yang dia hadapi sendirian dalam memimpin bangsa Israel. Oleh karena itu ia membentuk beberapa bagian suku dan memilih satu dari setiap suku sebagai pemimpin dan bertugas memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di dalam sukunya masing-masing[3]. Keadaan pemimpin suku inilah yang menyebabkan adanya pandangan lain dari masyarakat di dalam suku tersebut untuk menghormati para pemimpinnya. Biasanya para pemimpin suku ini disebut tua-tua Israel (Keluaran 19:7-9).

c.      Masa masuk dan menetap di Kanaan

Pada masa ini, dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu masa hakim-hakim dan kerajaan. Masa hakim-hakim ditandai dengan berakhirnya masa kepemimpinan Yosua. Hakim muncul karena kepemimpinan tua-tua ini ternyata tidak memadai dalam peperangan sebab adanya situasi genting yang mengancam keamanan Israel (khususnya sepeninggal Yosua). Hakim mempunyai tugas untuk menentukan keadilan dan sekaligus berkemampuan untuk memimpin dengan kharismanya. Biasanya hakim-hakim ini adalah salah satu dari tua-tua yang dirasa mampu untuk menjadi seorang hakim[4].
Kepemimpinan pada masa ini (setelah pembagian wilayah) diserahkan kepada kepala suku (tua-tua). Namun ada juga pemimpin yang tidak termasuk tua-tua dan hakim yang peran utama mereka hanya selama perang (Yosua 23:2).
Pada masa kerajaan, Israel bersatu hanya pada masa pemerintahan Daud dan Salomo. Setelah masa kepemimpinan mereka, Israel terbagi menjadi dua (Israel utara dan Israel selatan). Pergantian ini disebabkan ketidakpuasan atas kepemimpinan dari pelanjut Samuel. Pada masa kerajaan ada tiga jabatan penting, yaitu raja, nabi dan imam.
Seorang raja berperan dalam bidang politis dan keagamaan[5]. Seorang raja disebut utusan Allah walaupun ia naik takhta berdasarkan garis keturunan (Mazmur 89:3,19). Tahta seorang raja bertahan atas dasar janji ilahi (II Samuel 7). Oleh sebab itu raja sering disebut anak Allah (II Samuel 7:14; Mazmur89:27)[6]. Nabi-nabi dibedakan menjadi dua golongan, yaitu para pelihat dan para nabi yang memainkan peranan yang berlainan dalam kehidupan agama Israel. Para pelihat adalah orang yang mampu melihat dan menafsirkan kebenaran tentang masa lampau, masa kini dan masa depan secara lebih tepat daripada orang-orang lain. Karena orang-orang Israel melihat bahwa kata-kata para pelihat itu benar, maka para pelihat itu disegani di Israel. Para nabi atau rombongan nabi, mereka adalah kelompok orang yang biasanya hidup bersama-sama di suatu tempat ibadah. Mereka agaknya tidak selalu disegani (II Raj 9:11). Para nabi sering disebut suara hati umat Allah dan mereka bertindak sebagai penafsir peristiwa politik dan sosial di zamannya[7]. Di dalam kelompok para nabi ada nabi perorangan, seperti Natan, Elia, Yesaya, Hagai, Maleakhi dan lain-lain. Nabi-nabi perorangan inilah yang rupanya cocok disebut Nabi Allah. Para Imam bertugas memimpin umat Israel untuk beribadah kepada Allah dan berusaha agar peribadahan umat itu berlangsung secara teratur dan benar menurut tata agamawi yang berlaku. Pada mulanya posisi imam diberikan kepada kaum lewi dan keturunannya, namun kemudian dimasukkan juga orang luar dari kaum lewi, yaitu masuknya Zadok sebagai pengganti dari Abyatar yang adalah generasi penerus dari kaum lewi ( I Raj 1:5-8; 2:35). Keberadaan imam muncul pada masa perjalanan Israel ke tanah Kanaan. Pada masa ini juga ada golongan orang kaya dan miskin.

Simpulan

Israel membentuk keadaan sosialnya dilihat dan berdasarkan pada tingkat kebutuhan masyarakatnya baik dari masa nomad sampai kerajaan. Dari pembahasan di atas nampak bahwa ada perkembangan tingkatan sosial, entah itu mengarah pada hal yang positif ataupun negatif. Pada masa Bapa Leluhur nampak bahwa tingkatan sosial disebabkan oleh perbedaan tingkat ekonomi , masa perbudakan dan keluaran bangsa Israel nampak bahwa tingkatan sosial tidak lagi disebabkan oleh faktor perbedaan ekonomi, melainkan faktor kemampuan individual dalam memimpin, serta pada masa masuk dan menetap di kanaan, tingkatan sosial dalam masyarakat disebabkan faktor ekonomi dan juga kemampuan individual dalam memimpin. Secara umum di dalam struktur masyarakat Israel kuno terdapat tingkatan-tingkatan sosial.

Sumber Pustaka

Suharyo, I., Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama, KANISIUS, Yogyakarta, 1993.
Hinson, David F., Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991.
Groenen, C., Pengantar ke dalam Perjanjian Lama. KANISIUS, Yogyakarta, 1991.
Internet: BUDAK, di http://www.sarapanpagi.org/budak-vt894.html#p2430


[1] I. Suharyo Pr. Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama. 1993. Yogyakarta:KANISIUS, Hlm. 67
[2] Budak, di http://www.sarapanpagi.org/budak-vt894.html#p2430
[3] Bdk. I.Suharyo Pr. Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama. 1993. Yogyakarta: KANISIUS, Hlm. 86-71.
[4] Ibid. Hlm 68.
[5] David F. Hinson. Sejarah Israel pada Zaman Alkitab. 1991. Jakarta: BPK Gunung Mulia, hlm. 127.
[6] I.Suharyo Pr. Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama. 1993. Yogyakarta: KANISIUS, Hlm 71,72.
[7] Dr. C. Groenen OFM. Pengantar ke dalam Perjanjian Lama. 1991. Yogyakarta: KANISIUS, Hlm 211, 212.

2 komentar:

  1. terimakasih untuk tulisannya..sangat membantu di saat sulit mencari buku..

    BalasHapus
  2. sama-sama.. Jika tertarik dengan posting-posting saya, silahkan following, masih ada banyak sekali tulisan yang akan saya posting. selamat menikmati. Imanuel!

    BalasHapus